:strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,540,20,0)/kly-media-production/medias/5248325/original/082508100_1749602436-IMG_6640.jpg)
Liputan6.com, Kuta – Nyoman Sukra dan Kelompok Nelayan Prapat Agung Mengening Patasari tidak bisa tinggal diam mendapati alam di kampung halaman mereka di Kuta, Bali, jadi korban tangan-tangan pencemar tidak bertanggung jawab. Di balik gemerlap wilayah yang selalu dipadati wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, ada mereka yang bertahan menahan dampak lingkungan.
“Kami menyelamatkan hutan mangrove, kemudian salah satu sungai besar dan bersejarah di Kuta, yaitu Tukad Mati. Tukad berarti “sungai,” jadi kami menghidupkan kembali, merevitalisasi sungai mati,” katanya di sela acara sarasehan bertajuk “Jejak Kalpataru: 45 Tahun Pejuang Lingkungan” di Kuta, Bali, Rabu, 4 Juni 2025.
Setelah pariwisata Kuta berkembang, Tukad Mati dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) liar di era 90-an, sebut dia. “Kami orang asli Kuta, yang notabene tidak memiliki ruang terbuka hijau, hanya memiliki kawasan hutan mangrove dan sungai, maka itulah yang kami selamatkan,” ia menyambung.
Benteng Pertahanan Terakhir
… Selengkapnya
Upaya ini membuat kelompok itu meraih penghargaan Kalpataru 2019 dalam kategori “Penyelamat Lingkungan” sebelum dianugerahi Kalpataru Lestari 2025. Tantangannya, kata Nyoman, banyak orang yang meragukan upaya penyelamatan lingkungan yang mereka lakukan.
“Sebagai orang asli Kuta, kami hanya memiliki Pantai Kuta, yang sekarang sudah mengalami abrasi luar biasa,” ujar dia. “Bahwa di balik gemerlap pariwisata Kuta, ada sisi yang terlupakan, salah satunya adalah Tukad Mati. Ini merupakan sungai bersejarah yang dulunya tercatat sebagai pintu masuk pariwisata Bali.”
Tukad Mati, kata Nyoman, merupakan benteng pertahanan terakhir dari gempuran banjir di kawasan Kuta, Legian, Seminyak, bahkan Monang Maning di Denpasar. “Ini merupakan muara suangai-sungai besar yang melintasi Badung dan Denpasar,” imbuhnya.
“Ketika kami melakukan kegiatan penyelamatan lingkungan di muara Tukad Mati, kami menyelamatkan hutan mangrove seluas 12 hektare awalnya, dan sekarang sudah mendekati 25 hektare,” ia berbagi.
Ancaman terhadap Lingkungan dan Satwa
… Selengkapnya
Kayu di kawasan hutan mangrove di Kuta, sebut Nyoman, dulunya sering dicuri. Pohon bakau di sana bahkan acap kali ditebang pihak-pihak tidak bertanggung jawab. “Kami masih simpan semua buktinya untuk diperlihatkan pada generasi-generasi mendatang bahwa pernah terjadi perusakan lingkungan di kawasan hutan mangrove itu,” sebut dia.
Kondisi itu, ia menambahkan, kemudian mengancam satwa-satwa yang hidup di wilayah hutan mangrove. “Kawasan yang dulunya tidak layak dikunjungi, saat ini jadi kawasan yang sangat layak dikunjungi. Kami tetap melakukan kegiatan di sini secara kontinu, karena ini muara sungai,” ungkapnya, seraya menambahkan, kegiatan ini sekarang melibatkan sekitar 49 orang warga.
“Kami tentu tidak pernah memesan sampah, sampah akan tetap ada, apalagi pada musim penghujan, karena ini muara (sungai),” imbuhnya. “Sampahnya macam-macam sekali, bahkan ada (perabotan rumah tangga), seperti kasur dan kulkas. Banyak bangkai hewan dan beberapa kali kami menemukan jenazah yang hanyut.”
Selain bebersih sampah, kelompok pelestari lingkungan ini juga mengembangkan berbagai tanaman di wilayah muara Tukad Mati. Jenisnya mulai dari tanaman obat, sampai pembibitan perkebunan anggur.
Kalpataru Lestari 2025
… Selengkapnya
Kalpataru tahun ini, sebagaimana telah disinggung, tidak berlangsung seperti biasa, karena penghargaannya berupa Kalpataru Lestari yang diberikan pada 12 pemenang Kalpataru sebelumnya. “Kriteria pemenang Kalpataru Lestari adalah ia atau mereka yang bekerja selama lima tahun berturut-turut di masing-masing inisiasi,” menurut Sekretaris Utama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Rosa Vivien Ratnawati, di kesempatan yang sama.
“Selain konsisten, kami akan melihat scaling up dari kegiatan yang dilakukan dan kira-kira bisa direplikasi di mana saja,” imbuhnya. Dua belas pemenang Kalpataru Lestari 2025 adalah:
- Paris Sembiring – Medan, Sumatra Utara: melahir lebih dari 30 juta bibit pohon.
- LSM Bahtera Melayu Bengkalis – Kabupaten Bengkalis, Riau: pelestarian mangrove.
- Sadiman – Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah: menanam berbagai jenis tanaman di lereng Gunung Lawu sejak 1996.
- OdayKodariyah – Kabupaten Bandung, Jawa Barat: melestarikan tanaman obat-obatan.
- Desa Adat Penglipuran- Kabupaten Bangli, Bali: pelestarian hutan bambu seluas 75 hektare.
- TGH. Hasanain Juaini – Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat: penghijauan lahan kritis.
- Kelompok Nelayan Prapat Agung Mengening Patasari – Kabupaten Badung, Bali: penyelamatansungai dan mangrove.
- Hamzah – Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan: pengembangan hutan rakyat seluas 100 hektare.
- Masyarakat Dayak Iban Menua Sungai Utik – Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat: pelindung dan penyelamat hutan hujan tropis seluas 9.504 hektare.
- Herman Sasia – Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah: melestarikan burung maleo.
- Kelompok Pencinta Alam Isyo Hill’s Rhepang Muaif – Kota Jayapura, Papua: pengelolaan hutan dan ekowisata.
- Timotius Hindom – Kabupaten Fakfak, Papua Barat: penghijauan lahan kritis.
… Selengkapnya